Selasa, 22 Maret 2011

Riam Bakang, Kapuas hulu

Wali Band - Yank (HQ)

Wonderful Indonesia Visit Indonesia Year 2011

Initial Assessment of a Trauma Patient - Normal Scenario

Hemoglobin

Oxygen Transport

Body-Inflammatory Response

Immune System - Natural Killer Cell - The Formulation

Askep Pada Bayi Dengan Premature



Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.

Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit.

Masalah yang umum terjadi diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik, hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor tambahan lain pada infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka dapat menimbulkan gangguan pada hubungan antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut.

Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus.

Etiologi dan faktor presipitasi:
Permasalahan pada ibu saat kehamilan :
- Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
- Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
- Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
- Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine

Pengkajian
1. Riwayat kehamilan
- Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah
- Kehamilan kembar
- Status sosial ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk
- Kemungkinan penyakit genetik
- Riwayat melahirkan prematur
- Infeksi seperti TORCH, penyakit menular seksual dan lain sebagainya
- Kondisi seperti toksemia, prematur rupture membran, abruptio placenta dan prolaps umbilikus
- Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alkohol
- Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis.

2. Status bayi baru lahir
- Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat badan lahir rendah atau besar masa kehamilan
- Berat badan dibawah 2500 gram
- Kurus, lemak subkutan minimal
- Adanya kelainan fisik yang terlihat
- APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan distress berat, 4 – 6 menunjukkan disstres sedang dan 7 – 10 merupakan nilai normal.

3. Kardiovaskular
- Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi apikal dengan irama teratur
- Saat kelahiran, terdengar murmur

4. Gastrointestinal
- Protruding abdomen
- Keluaran mekonium setelah 12 jam
- Kelemahan menghisap dan penurunan refleks
- Pastikan anus tanpa/dengan abnormalitas kongenital

5. Integumen
- Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau kulit berwarna kuning
- Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di seluruh tubuh
- Kurus
- Edema general atau lokal
- Kuku pendek
- Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis

6. Muskuloskeletal
- Cartilago pada telinga belum sempurna
- Tengkorak lunak
- Keadaan rileks, inaktive atau lethargi

7. Neurologik
- Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa resistansi
- Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta reflek batuk lemah atau tidak efektif
- Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik
- Mata masih tertutup pada bayi dengan umur kehamilan 25 – 26 minggu
- Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik

8. Pulmonary
- Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan periode apnea
- Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting dan retraksi (interkostal, suprasternal, substrenal)
- Terdengar crakles pada auskultasi

9. Renal
- Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir
- Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution dalam urine

10. Reproduksi
- Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris sehingga tampak menonjol
- Laki-laki : testis belum turun secara sempurna ke kantong skrotum, mungkin terdapat inguinal hernia.

11. Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.

Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis

Tujuan : Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi paru

Tindakan :
1. Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan yaitu :
- Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi abnormal selama kehamilan dan persalinan
- Kondisi bayi baru lahir : APGAR score, kebutuhan resusitasi
- Respiratory rate, kedalaman, takipnea
- Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal, suprasternal, atau substernal)
- Cyanosis, penurunan suara nafas
2. Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik, kaji keadaan berikut :
- Bradykardi
- Lethargy, posisi dan aktivitas sebelum, selama dan setelah episode apnea (sebagai contoh saat tidur atau minum ASI)
- Distensi abdomen
- Suhu tubuh dan mottling
- Kebutuhan stimulasi
- Episode dan durasi apnea
- Penyebab apnea, seperti stress karena dingin, sepsis, kegagalan pernafasan.
3. Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut :
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5 detik
- Pertahankan suhu lingkungan yang normal
4. Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui terjadinya acidosis metabolik
5. Berikan oabt-obat sesuai permintaan dokter seperti theophylin IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2 hari.

Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan

Tujuan : Mempertahankan suhu lingkungan normal

Tindakan :
1. Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C
2. Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau bila perlu
3. Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai indikasi
4. Hindarkan meletakkan bayi dekat dengan sumber panas atau dingin
5. Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin

Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.

Tujuan : meningkatkan dan mempertahankan intake kalori yang adekuat pada bayi

Tindakan :
1. Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral feeding saat kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol
2. Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi
3. Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam setelah lahir. Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan asupan bila memungkinkan.
4. Timbang berat badan bayi setiap hari, bandingkan berat badan dengan intake kalori untuk menentukan pemabatasan atau peningkatan intake
5. Berikan infus dextrose 10% jika bayi tidak mampu minum secara oral
6. Berikan TPN dan intralipid jika dibutuhkan
7. Monitor kadar gula darah

Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Tindakan :
1. Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi
2. Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat badan dan 200 ml/kg berat badan jika dibutuhkan.
3. Timbang berat badan bayi setiap hari
4. Monitor dan catat intake dan output setiap hari, bandingkan jumlahnya untuk menentukan status ketidakseimbangan.
5. Test urine : spesifik gravity dan glikosuria
6. Pertahankan suhu lingkungan normal
7. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan :
- Peningkatan suhu tubuh
- Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah dan peningkatan denut jantung, melemahnya denyut nadi, tangan teraba dingin serta motling pada kulit.
- Sepsis
- Aspiksia dan hipoksia
8. Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti cairan dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu.

Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat

Tujuan : Infeksi dapat dicegah

Tindakan :
1. Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea, iritabilitas dan jaundice
2. Review riwayat ibu, kondisi bayi saat lahir, dan epidemi infeksi di ruang perawatan
3. Amati sampel darah dan drainase
4. Lakukan pemeriksaan CBC dengan hitung leukosit, platelets, dan imunoglubolin
5. Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi :
- Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh bayi
- Ikuti protokol isolasi bayi
- Lakukan tehnik steril saat melakukan prosedur pada bayi

Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit

Tujuan : Mempertahankan integritas kulit

Tindakan :
1. Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes, dan lesi serta keadaan pada area kulit yang tertekan.
2. Kaji tempat-tempat prosedur invasif pada bayi
3. Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi dari kontak dengan agen pembersih atau plester.

Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care

Tujuan : Mempertahankan stimulasi sensori yang optimal tanpa berlebihan

Tindakan :
1. Kaji kemampuan bayi memberikan respon terhadap stimulus. Observasi :
- Deficit neurologik
- Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus
- Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau tidak adanya refleks normal
- Efek obat terhadap perkembangan bayi
2. Berikan stimulasi visual :
- Arahkan cahaya lampu pada bayi
- Ayunkan benda didepan mata bayi
- Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk kontak mata : tegakkan bayi
3. Berikan stimulasi auditory :
- Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan suara rendah dan jelas
- Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi saat memberikan perawatan
- Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan radio
- Hindari suara bising di sekitar bayi
4. Berikan stimulasi tactile :
- Peluk bayi dengan penuh kasih sayang
- Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap
- Sentuh bayi dengan benda lembut seperti saputangan atau kapas
- Berikan perubahan posisi secara teratur
5. Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung bayi ke payudara ibu atau ASI yang ditampung.
6. Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup.

Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah

Tujuan :
1. Informasikan orangtua dan keluarga tentang :
- Proses penyakit
- Prosedur perawatan
- Tanda dan gejala problem respirasi
- Perawatan lanjutan dan therapy
2. Ajarkan orangtua dan keluarga tentang treatment pada anak :
- Therapy home oksigen
- Ventilasi mekanik
- Fisiotherapi dada
- Therapy obat
- Therapy cairan dan nutrisi
3. Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan perawatan pada bayinya
4. Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi
5. Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi terhadap aktivitas.

integumentary system

ASKEP PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA


Sebelum membahas hiperbilirubinemia, maka perlu diketahui dulu tentang ikterus pada bayi. Karena itu merupakan salah satu tanda hiperbilirubinemia yang dapat diketahui oleh seorang perawat sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang.

A. Definisi
1. Ikterus
Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus sinonim dengan jaundice.
2. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Timbul pada hari kedua – ketiga
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
f. Tidak mempunyai dasar patologis
3. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Menurut Surasmi (2003) bila :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
b. Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %.
4. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.

B. Jenis Bilirubin
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.





C. Etiologi
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Peningkatan produksi
a. Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
b. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
d. Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
e. Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid)
f. Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR
g. Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.











D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.

E. Tanda dan Gejala
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
F. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.

G. Pemeriksaan Penunjang
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran
2. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan
3. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran

H. Penilaian Ikterus Menurut Kramer
Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam gambar di bawah ini :
Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus
Derajat
Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin (rata-rata)
Aterm Prematur
1 Kepala sampai leher 5,4 -
2 Kepala, badan sampai dengan umbilicus 8,9 9,4
3 Kepala, badan, paha, sampai dengan lutut 11,8 11,4
4 Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan tangan dan kaki 15,8 13,3
5 Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari

I. Diagnosis Banding Ikterus
Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang atau diagnosis lain yang sudah diketahui Kemungkinan diagnosis
1. Timbul saat lahir hari ke-2
2. Riwayat ikterus pada bayi sebelumnya
3. Riwayat penyakit keluarga: ikterus, anemia, pembesaran hati, pengangkatan limfa, defisiensi G6PD Sangat ikterus
Sangat pucat
Hb<13 g/dl, Ht<39% Bilirubin>8 mg/dl pada hari ke-1 atau kadar Bilirubin>13 mg/dl pada hari ke-2 ikterus/kadar bilirubin cepat
Bila ada fasilitas: Coombs tes positif
Defisiensi G6PD
Inkompatibilitas golongan darah ABO atau Rh Ikterus hemolitik akibat inkompatibilitas darah
1. Timbul saat lahir sampai dengan hari ke2 atau lebih
2. Riwayat infeksi maternal Sangat ikterus
Tanda infeksi/sepsis: malas minum, kurang aktif, tangis lemah, suhu tubuh abnormal Lekositosis, leukopeni, trombositopenia Ikterus diduga karena infeksi berat/sepsis
Timbul pada hari 1
1.
2. Riwayat ibu hamil pengguna obat
3. Ikterus hebat timbul pada hari ke2
4. Ensefalopati timbul pada hari ke 3-7
5. Ikterus hebat yang tidak atau terlambat diobati
6. Ikterus menetap setelah usia 2 minggu
7. Timbul hari ke2 arau lebih
8. Bayi berat lahir rendah Ikterus
Sangat ikterus, kejang, postur abnormal, letragi
Ikterus berlangsung > 2 minggu pada bayi cukup bulan dan > 3 minggu pada bayi kurang bulan
Bayi tampak sehat Bila ada fasilitas: Hasil tes Coombs positif
Faktor pendukung: Urine gelap, feses pucat, peningkatan bilirubin direks Ikterus akibat obat
Ensefalopati
Ikterus berkepenjangan (Prolonged Ikterus)
Ikterus pada bayi prematur

J. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin

Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
Tabel Terapi
Berikut tabel yang menggambarkan kapan bayi perlu menjalani fototerapi dan penanganan medis lainnya, sesuai The American Academy of Pediaatrics (AAP) tahun 1994
Bayi lahir cukup bulan (38 – 42 minggu)
Usia bayi (jam) Pertimbangan terapi sinar Terapi sinar Transfuse tukar bila terapi sinar intensif gagal Transfuse tukar dan terapi sinar intensif
Kadar bilirubin Indirek serum Mg/dl
<24
25 -48 >9 >12 >20 >25
49 – 72 >12 >15 >25 >30
>72 >15 >17 >25 >30

Bayi lahir kurang bulan perlu fototerapi jika:
Usia (jam) Berat lahir < 1500 g kadar bilirubin BL 1500 – 2000 g kadar bilirubin BL >2000 g kadar bilirubin
< 24 > 4 > 4 > 5
25 - 48 > 5 > 7 > 8
49 - 72 > 7 > 8 > 10
> 72 > 8 > 9 > 12

Panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum
Saat timbul ikterus Bayi cukup bulan sehat kadar bilirubin, mg/dl: (µmol/l) Bayi denagn factor resiko (kadar bilirubin, mg/dl:µmol/l)
Hari ke 1 Setiap terlihat ikterus Setiap terlihat ikterus
Hari ke 2 15 (260) 13 (220)
Hari ke 3 18 (310) 16 (270)
Hari ke 4 dst 20 (340) 17 (290)

b. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus

Transfusi pengganti digunkan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum ilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil
c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika

K. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat kontak denagn penderiata sakit kuning, adakah rwayat operasi empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO), polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking
c. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial antara lain dampak sakit pada anak hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, merasa bonding, perpisahan dengan anak.
d. Perpisahan Keluarga
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari hiperbilirubinemia.
e. Laboratorium
Pada bayi denagn hiperbilirubinemia pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya Rh darah ibu dan janin berlainan, kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5 mg/dl, premature lebih dari 15 mg/dl, dan dilakukan tes Comb.
2. Diagnosa Keperawatan, Tujuan dan Intervensi
a. Diagnosa Keperawatan: Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototerapi, dan diare.
Tujuan: Cairan tubuh neonatus adekuat.
Intervensi:
1) Catat jumlah dan kualitas feses
2) Pantau turgor kulit
3) Pantau intake out put
4) Beri air diantara menyusui atau memberi botol
b. Diagnosa Keperawatan: Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi.
Tujuan: Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi:
1) Beri suhu lengkungan yang netral
2) Pertahankan suhu antara (35,5 – 37)oC
3) Cek tanda-tanda vital tiap 2 jam
c. Diagnosa Keperawatan: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare.
Tujuan: Keutuhan kulit bayi bias dipertahankan
Intervensi:
1) Kaji warna kulit tiap 8 jam
2) Pantau bilirubin direk dan indirek
3) Rubah posisi setiap 2 jam
4) Masase daerah yang menonjol
5) Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya
d. Diagnosa Keperawatan: Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan
Tujuan:
1) Orang tua dan bayi menunjukkan tingkah laku “Attachment”
2) Orang tua dapatmengekspresikan ketidakmengertian proses bonding
Intervensi:
1) Bawa bayi ke ibu untuk disusui
2) Buka tutup mata saat disusui untuk stimulasi social dengan ibu
3) Anjurkan orang tua untuk mengajak bicara anaknya
4) Libatkan orang tua dalam perawatan bila men\mungkinkan
5) Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
e. Diagnosa Keperawatan: Kecemasan meningkat berhubungan dengan terapi yang diberikan pada bayi
Tujuan: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan.
Intervensi:
1) Kaji pengetahuan keluarga klien
2) Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya.
3) Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi di rumah
f. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi trauma berhubungan dengan efek fototerapi.
Tujuan: Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototerapi.
Intervensi:
1) Tempatkan neonatus pada jaraj 45 cm dari sumber cahaya
2) Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genital serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya
3) Usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir
4) Matikan lampu
5) Buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam
6) Buka tutup mata setiap akan disusukang.
7) Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
g. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi trauma berhubungan dengan transfuse tukar.
Tujuan: Transfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi:
1) Catat kondisi umbilical jika vena umbilical yang digunakan
2) Basahi umbilical dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan
3) Neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan
4) Pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rh serta darah yang akan ditransfusikan adalah darah segar
5) Pantau tanda-tanda vital, salama dan sesudah transfusi
6) Siapkan suction bila diperlukan
7) Amati adanya gangguan cairan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program
3. Evaluasi
a. Tidak terjadi kernikterus pada neonatus
b. Tanda vital dan suhu tubuh bayi stabil dalam batas normal
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara
d. Integritas kulit baik/utuh
e. Bayi menunjukkan partisipasi terhadap rangsangan visual
f. Terjalin interaksi bayi dan orang tua.



DAFTAR PUSTAKA

Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.

Doenges, Marilynn, E., 2002, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Engram, B 1998, Rencana asuhan keperawatan medikal bedah, EGC, Jakarta.

Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.

Handoko, I.S. 2003. Hiperbilirubinemia. Klinikku. http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3.html.

Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. FKUI, Jakarta.

NANDA 2005, Nursing diagnoses : Definition and classification 2005-2006, NANDA International, Philadelphia.

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Sacharin, R. M., 2000, Prinsip Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.

Saifudin, AB, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBPSP, Jakarta.

Solahudin, G. 2006. Kapan Bayi Kuning Perlu Terapi?. http://tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=08392&rubrik=bayi.

Schwart, M.W. 2005. Pedoman Klilik Pediatrik. Jakarta : EGC.

Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Tarigan, M. 2003 Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planning Pada Klien dengan Hiperbilirubinemia. FK Program Studi Ilmu Keperawatan Bagian Keperawatan Medikal Bedah USU. Medan. http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/04/05/nrs,20040405-01,id.html

Wilkinson, J. W 2006, Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC, EGC, Jakarta.

The Human Endocrine System

HEART Anatomy & How it Works (ENGLISH VERSION 1)

Minggu, 20 Maret 2011

Karungut Kal-Teng Membangun (karungut modern)

Documentary Film of Central Kalimantan

Digestive System

CIRCULATION

Askep Gagal Ginjal Kronis


GAGAL GINJAL KRONIS

I.        DEFINISI
ð   Merupakan penyakit ginjal tahap akhir
ð   Progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)

II.     ETIOLOGI
ð   Diabetus mellitus
ð   Glumerulonefritis kronis
ð   Pielonefritis
ð   Hipertensi tak terkontrol
ð   Obstruksi saluran kemih
ð   Penyakit ginjal polikistik
ð   Gangguan vaskuler
ð   Lesi herediter
ð   Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)

III.  PATOFISIOLOGI
ð   Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat.
ð   Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
ð   Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
ð   Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
ð   Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
ð   Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)

IV.  MANIFESTASI KLINIK
ð   Kardiovaskuler
-          Hipertensi
-          Pitting edema
-          Edema periorbital
-          Pembesaran vena leher
-          Friction rub perikardial
ð   Pulmoner
-          KrekelS
-          Nafas dangkal
-          Kusmaul
-          Sputum kental dan liat
ð   Gastrointestinal
-                 Anoreksia, mual dan muntah
-                 Perdarahan saluran GI
-                 Ulserasi dan perdarahan pada mulut
-                 Konstipasi / diare
-                 Nafas berbau amonia
ð   Muskuloskeletal
-                 Kram otot
-                 Kehilangan kekuatan otot
-                 Fraktur tulang
-                 Foot drop
ð   Integumen
-                 Warna kulit abu-abu mengkilat
-                 Kulit kering, bersisik
-                 Pruritus
-          Ekimosis
-          Kuku tipis dan rapuh
-          Rambut tipis dan kasar
ð  Reproduksi
-          Amenore
-          Atrofi testis
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1450)


V.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK]
a.       URIN
-          Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
-          Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
-          Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
-          Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
-          Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
-          Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
-          Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b.      DARAH
-          BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
-          Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
-          SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
-          GDA:asidosis metabolik, ph  kurang dari 7,2
-                                                                                       Natrium serum : rendah
-                                                                                       Kalium: meningkat
-                                                                                       Magnesium;
-                                                                                       Meningkat
-                                                                                       Kalsium ; menurun
-                                                                                       Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)

VI. PENATALAKSANAAN
1.       Dialisis
2.       Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
3.       Diit rendah uremi
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)

VII.     KOMPLIKASI
1.             Hiperkalemia
2.             Perikarditis, efusi perikardialdan tamponade jantung
3.             Hipertensi
4.             Anemia
5.             Penyakit tulang
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)

VIII.  FOKUS PENGKAJIAN
1.       Aktifitas /istirahat
Gejala:
-          kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
-          Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
                   Tanda:
-       Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak


2. Sirkulasi
Gejala:
-       Riwayat hipertensi lama atau berat
-       Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
-          Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan
-          Disritmia jantung
-          Nadi lemahhalus, hipotensi ortostatik
-                                                                                Friction rub perikardial
-                                                                                Pucat pada kulit
-                                                                                Kecenderungan perdarahan

3.             Integritas ego
Gejala:
-          Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
-          Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda:
- Menolak, ansietas, takut, marah , mudah terangsang, perubahan kepribadian

4.             Eliminasi
Gejala:
-          Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
-          Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda:
-          Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,   berawan
-        Oliguria, dapat menjadi anuria


5.  Makanan/cairan
Gejala:
-    Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
-    Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan amonia)
Tanda:
-    Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
-    Perubahan turgor kuit/kelembaban
-    Edema (umum,tergantung)
-    Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
-    Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga

6.       Neurosensori
Gejala:
-    Sakit kepala, penglihatan kabur
-    Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki
-    Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitasbawah (neuropati perifer)
Tanda:
-    Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma
-    Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
-    Rambut tipis, uku rapuh dan tipis

7.       Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyei panggu, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah 


8.       Pernapasan
Gejala:
-    nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa Sputum
Tanda:
-    takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
-    Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)

9.       keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda:
-    pruritus
-    Demam (sepsis, dehidrasi)

10.         Seksualitas
Gejala: Penurunan libido, amenorea,infertilitas


11.         Interaksi sosial
 Gejala:
-          Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga

12.         Penyuluhan
-                 Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria
-                 Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
-                 Penggunaan antibiotik nr\efrotoksik saat ini/berulang
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626- 628)


IX.             DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1.             Kelebihan volume cairan b.d penurunan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan air dan menahan natrium
Hasil yang diharapkan:
-          Masukan dan haluaran seimbang
-          Berat badan stabil
-          Bunyi nafas dan jantung normal
-          Elektrolit dalam batas normal
Intervensi:
§  Pantau balance cairan/24 jam
§ Timbang BB harian
§ Pantau peningkatan tekanan darah
§ Monitor elektrolit darah
§ Kaji edema perifer dan distensi vena leher
§ Batasi masukan cairan

2.       Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah
Hasil yang diharapkan:
-          Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat yang dibuktikan dengan BB dalam batas normal, albumin, dalam batas normal
Intervensi:
§ Kaji status nutrisi
§ Kaji pola diet nutrisi
§ Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
§ Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
§ Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan
§ Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
§ Timbang berat badan harian
§ Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat

3.             Intoleransi aktifitas b.d anemia, oksigenasi jaringan tidak adekuat
Hasil yang diharapkan;
-    Pasien mendemonstrasikan peningkatan aktivitas yang dibuktikan dengan pengungkapan tentang berkurangnya kelemahan dan dapat beristirahat secara cukup dan mampu melakuakan kembali aktivitas sehari-hari yang memungkinkan
Intervensi:
§ Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
§ Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi
§ Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat
§ Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
§ Beri semangat untuk mencapai kemajuan aktivitas bertahap yang dapat ditoleransi
§ Kaji respon pasien untuk peningkatan aktivitas


4.       Perubahan integritas kulit b.d uremia, edema
Hasil yang diharapkan:
-    Kulit hangat, kering dan utuh, turgor baik
-    Pasien mengatakan tak ada pruritus
Intervensi:
-          Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu
-          Jaga kulit tetap kering dan bersih
-          Beri perawatan kulit dengan lotion untuk menghindari kekeringanBantu pasien untuk mengubah posisi tiap 2 jam jika pasien tirah baring
-          Beri pelindung pada tumit dan siku
-          Tangani area edema dengan hati-hati
-          Pertahankan linen bebas dari lipatan
5.       Resiko terhadap infeksi b.d depresi sistem imun, anemia
Hasil yang diharapkan:
-          pasien tetap terbeba dari infeksi lokal maupun sitemik dibuktikan dengan tidak ada pana/demam atau leukositosis, kultur urin, tidak ada inflamasi
intervensi:
-          Pantau dan laporkan tanda-tanda infeksi seperti demam,leukositosis, urin keruh, kemerahan, bengkak
-          Pantau TTV
-          Gunakan tehnik cuci tangan yang baik dan ajarkanpada pasien
-          Pertahankan integritas kulit dan mukosa dengan memberiakan perawatan kulit yang baik dan hgiene oral
-          Jangan anjurkan kontak dengan orang yang terinfeksi
-      Pertahankan nutrisi yang adekuat

6.      Kurang pengetahun b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit, gagal ginjal, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi
Hasil yang diharapkan:
- Pasien dan orang terdekat dapat mengungkapkan, mengerti tentang gagal ginjal, batasan diet dan cairan dan rencana kontrol, mengukur pemasukan dan haluaran urin.
Intervensi:
-                 Instruksikan pasien untuk makan makanan tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium sesuai pesanan dan hindari makanan yang rendah garam
-                 Ajarkan jumah cairan yang harus diminum sepanjang hari
-                 Ajarkan pentingnya dan instrusikan pasien untuk mengukur dan mencatat karakter semua haluaran (urin, muntah)
-                 Ajarkan nama obat,dosis, jadwal,tujuan serta efek samping
-                 Ajarkan pentignya rawat jalan terus menerus
(Tucker M, Susan dkk,1998, 585-567)